Halaman

23.12.17

Love Hate Relationship with MyMom

Mamah saya adalah seorang single mom sejak saya usia 12 tahun.
Ayah saya meninggal karena penyakit tumor otak yang sudah dideritanya selama 3 tahun.
Praktis, mamah menjadi tulang punggung keluarga semenjak ayah sakit. Dulu, mamah bekerja sebagai guru TK swasta yang letaknya tepat di belakang rumah. Kalo ga salah ingat, gajinya sebulan sekitar 400ribu rupiah saja.
Dengan gaji tersebut, entah bagaimana caranya mamah bisa mengatur uang itu cukup untuk makan, pengobatan ayah, ongkos aa sekolah (saat itu aa sudah SMA), dan ongkos saya sekolah SMP.
Setiap hari ada beberapa anak yang datang ke rumah untuk les membaca dengan mamah. Mamah dengan senang hati menerima setiap anak yang datang, karena itu berarti ada tambahan uang untuk bisa menyambung kehidupan.




Saat ayah meninggal, sedih sangat terasa untuk saya, si anak bungsu yang sangat dekat dengan ayah.
Baru setelah mulai dewasa saya bisa berfikir bahwa kesedihan dan ketakutan pasti lebih dirasakan oleh mamah.
Harus menjadi single fighter, membesarkan 2 orang anak yang masih dalam usia sekolah, pasti sangat menakutkan.
Tapi, seingat saya, saya tidak pernah melihat mamah mengeluh, melihat mamah sedih dengan semua keadaan yang menimpanya.
Ia tetap saja menjalani kehidupan seperti biasa, berusaha semampunya untuk bisa membiayai aa dan saya sekolah.

Lalu kenapa judulnya love hate relationship?
Karena saya begitu mencintai mamah saya, tapi terkadang saya juga sering kesal dengan sifat protektifnya terhadap saya.
Saya, si anak bungsu, sering tidak dipercaya bahwa saya mampu melakukan sesuatu.
Saya tahu bahwa mungkin untuk setiap ibu, tidak peduli sudah sedewasa apa anaknya, ia tetap akan terlihat seperti anak kecil di matanya. Tetap saja ingin membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi sang anak, tetap tidak ingin anaknya mengalami kesusahan.
Sifat protektif ini yang kadang membuat saya jengkel dan agak meninggikan suara ketika bicara dengannya 😢

Setelah menjadi seorang ibu, saya belajar beberapa hal baik dari mamah saya.
Saya belajar bahwa seorang ibu haruslah kuat, karena ia merupakan fondasi keluarga. Cobalah bisa kita rasakan jika ibu sakit atau sedang bad mood, pasti suasana rumah pun rasanya tidak enak.
Saya juga belajar bahwa seorang perempuan harus punya kemampuan untuk berfikir di luar kebiasaan. Hal ini penting untuk bisa mengantisipasi keadaan buruk yang mungkin menimpa keluarga.
Selain dari hal baik, saya juga belajar dari sifat yang saya rasa tidak sesuai dengan saya, sehingga saya tidak akan melakukan itu di hadapan anak saya.
Salah satunya adalah sifat protektif yang saya ceitakan tadi. Saya belajar untuk tidak terlalu memproteksi anak saya, membebaskan anak saya untuk mencoba sesuatu yang baru, membiarkan anak saya berbuat kesalahan dan belajar dari kesalahan itu, dan membiarkan anak saya berusaha semampunya untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

Apapun yang telah terjadi, saya yakin bahwa mamah adalah ibu terbaik yang dikirim Allah SWT untuk saya dan keluarga. 
Untuk itu saya selalu berdoa, agar masa tua mamah bisa bahagia, menggantikan seluruh kesulitan yang dihadapinya ketika ia masih muda.

I love you, Mom ❤




Tulisan ini dibuat untuk meramaikan Gebyar Literasi Media yang diadakan di IIP Semarang dalam rangka milad IIP yang ke-6.

#RumbelLiterasiMedia
#IIPSemarang
#HariIbu2017
#IbukuInspirasiku
#MiladIIP

1 komentar:

  1. Masya Allah hebatnya mamah mbak Adis, pantas anaknya keren sekali. :)

    BalasHapus