Halaman

27.9.19

Ini ternyata rasanya SC

Bismillah

Setelah di postingan sebelumnya aku cerita detail soal lahiran Maiza, di postingan ini aku mau cerita perjuangan selanjutnya setelah Maiza lahir ke dunia. 


Setelah sampai di ruang rawat inap, aku masih diliputi rasa happy karena baru saja berhasil melewati salah satu tindakan yang bener-bener bikin aku ketakutan.
Apalagi dikasi liat foto bayiku sama suami, masyaAllah gendut gemas pingin segera nyusuin dan uyel-uyel pipi gembilnya. 
Bayinya masih observasi selama 6jam pertama kelahiran di ruang bayi, baru kemudian akan diantar ke ruangan untuk room in bersama ibunya. 

Oia, Maiza sempet IMD sesaat setelah lahir, tapi karena akunya ngantuk jadi prosesnya cuma sebentar dan dia ga berhasil menemukan puting.

Sebetulnya aku gatau akan sesakit apa luka bekas SC ini nantinya.
Dari pinggang ke bawah pun masih mati rasa. Aku langsung merasa bersyukur banget punya kaki yang normal dan bisa digunakan untuk berjalan, bisa dengan normal digerakan, bisa dijadikan tumpuan tubuh aku saat sedang berdiri.
Karena merasa lumpuh selama kurang lebih 6jam aja rasanya udah sangat sedih dan serba susah. Mau gerak aja susah.
Memang terkadang kita baru menyadari pentingnya sesuatu saat sudah diambil oleh Allah Subhanahuwata'ala.

Pasca operasi 
6jam pertama praktis aku beneran kaku ga gerak. Kaki juga ga berasa ada.
Setelah 6jam, mulai ada kesemutan di jari-jari kaki dan aku mulai bisa gerakin jari kaki pelan-pelan tapi tetep belum sepenuhnya berasa itu gerakannya. 
Berikutnya aku latihan ngangkat kaki dulu, geserin kaki, tekuk-tekuk kaki, supaya aliran darah lancar lagi. 
Aku emang setakut itu untuk bergerak pasca SC. Padahal perawatnya bilang, 24jam setelah operasi sudah harus bisa miring kanan kiri.
Horor banget rasanya kalau mau gerak. Karena rasanya perut yang masih sangat bergelambir ini ikutan goyang dan mau tumpah setiap aku gerak. 

Saat efek anestesi mulai hilang, maka sakit pasca SC pun dimulai.
Subhanallah, kalau aku bisa kasih sedikit gambaran, sakitnya itu campuran dari perih karena luka dan juga rasa mirip kontraksi saat melahirkan normal. 
Pasca melahirkan itu kan rahim juga berproses kembali ke bentuk normalnya. Dan rasanya juga mirip dengan kontraksi. Mules-mules gimana gitu.
Maka sakit pasca SC adalah kontraksi campur perih. Cukup mampu bikin aku baca ayat kursi nonstop entah berapa ratus kali untuk mengalihkan pikiran dari rasa sakit yang lumayan menyiksa itu haha

Pasca operasi, tes darah menunjukkan Hb aku di bawah normal. Maka transfusi adalah satu-satunya jalan.
Aku menjalani 2x transfusi. Transfusi pertama Alhamdulillah berhasil lancar. Namun ternyata Hb belum naik banyak, maka ditambah transfusi kedua dengan jenis darah yang lebih pekat kandungannya. 
Transfusi kedua ternyata tidak cocok. Tubuhku menolak dan aku mengalami alergi berupa gatal-gatal di sekujur tubuh. 

Korset
Alhamdulillah, perawat jaga lalu ngasih tau aku untuk beli korset!
Kupikir yang SC itu jangan pake korset karena khawatir jahitannya kenapa-kenapa kan. Ternyata aku salah. Justru penggunaan korset ini membantu mempercepat pergerakan pasca SC. Dan semakin sering bergerak, maka akan semakin cepat bisa beraktivitas normal kembali.
Akhirnya suami beli korset sesuai yang dipesenin sama perawat. Korset dengan Velcro supaya bisa diatur tingkat kekencangannya.
Setelah pake korset, Alhamdulillah emang aku lebih pede untuk nyoba gerak miring kanan kiri karena ga khawatir perut ikutan ambyar 😆

Menyusui
Menurutku, derita ibu yang melahirkan secara SC salah satunya adalah saat anak yang ditunggu sudah hadir depan mata, menunggu kita memeluk, menyusui, mengasihi, tapi gerakan kita masih sangat terbatas karena rasa sakit yang lumayan aduhai.
Proses menyusui juga agak terhambat kalau buatku, karena aku takut banget mencoba miring, sementara posisi bayi menyusu yang aku bisa hanyalah posisi normal yaitu miring.
Alhamdulillah aku sedikit tenang karena sudah belajar bahwa bayi lahir masih punya cadangan makanan selama 72jam (cmiiw). Jadi insyaAllah aman kalaupun proses menyusuinya belum maksimal di awal kelahirannya. 
Tapi tentu harus terus dicoba untuk bisa menyusu. Karena produksi asi mulai lancar, jika tidak diberikan kepada bayi maka niscaya ada sakit lanjutan yang akan diderita oleh ibu menyusui 😂 

Belajar duduk, berdiri, jalan
Setelah mahir miring kanan kiri, maka pelajaran berikutnya adalah belajar duduk.
Teorinya, ini lebih mudah dibanding belajar miring, karena jahitan aman tidak terganggu gerakan duduk sehingga lebih minimal rasa sakitnya.
Prakteknya, dasar aku emang beneran takut, tetep aja permulaan untuk duduknya bikin parno. Padahal posisi duduk ini penting, buat menyusui dan juga mulai menerima kunjungan dari tamu-tamu. 
Setelah dicoba dan tau sesakit apa, aku mulai lebih lancar miring kanan kiri, lalu duduk setiap waktu menyusui Maiza tiba. Dan memang ternyata, tetep lebih gampang belajar duduk dibanding belajar miring kanan kiri. 

Duduk udah lancar, saat mulai merasa kuat, lanjut latihan turun dari kasur dan belajar berdiri.
Ini perlu pendamping ya, takutnya oleng dan jatuh malah bahaya juga.

Kalau aku, ketika memutuskan siap belajar berdiri, aku langsung tanya apakah aman untuk langsung belajar jalan.
Perawat bilang selama tidak pusing, dan dimulai dengan jalan pelan, InsyaAllah aman.
Maka akupun langsung berjalan ke kamar mandi begitu sanggup untuk turun dari kasur dan berdiri. Alhamdulillah semua aman dan aku mulai bisa beraktivitas seperti biasa hanya saja masih dalam gerak slow motion haha.

Stop blaming yourself 
Ketika diharuskan SC, sejujurnya aku merasa bersalah. Ntah bersalah sama siapa.
Selama hamil, aku rajin baca postingan tentang pentingnya ibu hamil untuk menjadi berdaya dengan ilmu agar tidak mudah menerima vonis SC. 
Rasanya semua teori sudah dipraktekkan. Maka ketika harus SC, ada rasa tidak terima dan merasa bersalah. 
Apalagi sekarang mulai banyak postingan tentang efek dari melahirkan secara caesar.

Ini terbawa sampai Maiza usia 1 bulan. Aku masih saja merasa bersalah karena melahirkan secara caesar. 
Lalu aku berfikir, menurutku, keputusan dokter mengharuskan pasiennya untuk SC pasti tidak sembarangan. Ada alasan medis yang mendasari itu semua. Dan aku seharusnya tidak perlu merasa bersalah hanya karena anak keduaku tidak lahir per vaginam.

Setelah menjalani kedua proses kelahiran, buatku ternyata keduanya sama saja perjuangannya. 
Jika disuruh memilih, tentu aku lebih memilih kelahiran spontan karena setelah melahirkan bisa langsung beraktivitas normal tanpa ada rasa sakit yang terlalu parah.
Namun, melahirkan secara SC pun ada perjuangannya. Proses recovery yang lebih lama, mengharuskan ibu untuk lebih kuat menahan sakit sambil beraktivitas seperti biasa.

Maka, sebaiknya tidak perlu terlalu mempermasalahkan apakah anak kita lahir caesar atau spontan.
Semuanya sudah ditakdirkan. 
Yang penting kita sudah mengusahakan.
Ibu dan bayi lahir selamat tanpa ada kekurangan.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarokatuh 💕

Tidak ada komentar:

Posting Komentar