Halaman

26.5.19

Kisah Nabi Musa 'alaihissalam

Bismillah
Kisah Nabi Musa 'alaihissalam (AS) diabadikan oleh Allah SWT di 4 surah dalam Alqur’an yaitu Surah Al-Baqarah, Al-A’raf, Thaha, dan Al-Qashas. Nabi Musa bergelar kalimullah (orang yang diajak bicara langsung oleh Allah) dan merupakan nabi paling mulia di kalangan Bani Israil.

Nabi Musa 'alaihissalam lahir saat pemerintahan seorang raja yang keji bernama Firaun. Akibat mimpi yang diperoleh Firaun tentang sebuah api yang datang dari Baitul Maqdis lalu membakar negeri Mesir selain rumah-rumah Bani Israil, maka ia mengeluarkan perintah untuk membunuh bayi laki-laki yang lahir dari kaum Bani Israil. 
Ibu Nabi Musa merasa khawatir akan keselamatan anak yang baru saja dilahirkannya, maka ia menyembunyikan bayinya di tempat yang jauh dari pengamatan tentara Firaun.
Saat itu, Allah Subhanahuwata'ala mewahyukan kepada Ibu Nabi Musa untuk menyusui anaknya sebagaimana tercantum dalam surat Al Qashash ayat 7 :
“Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa; “Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.”

Nabi Musa kemudian ditaruh di dalam peti yang dihanyutkan di Sungai Nil. Ibunya memerintahkan saudarinya untuk mengikuti kemana peti itu pergi. 
Peti tersebut akhirnya sampai di istana Fir'aun dan ditemukan oleh istrinya, Asiyah. Atas izin Allah Subhanahuwata'ala, Asiyah merasa jatuh cinta terhadap bayi tersebut sehingga ia bertekad untuk menjaganya dari pembunuhan bayi yang tengah berlangsung.
Ia memohon kepada suaminya Firaun untuk bisa menjaga bayi tersebut selayaknya anak mereka sendiri, dan Firaun pun mengabulkannya. 

Selayaknya bayi lain, maka Asiyah pun mencarikan ibu susu untuk Nabi Musa. Sudah banyak wanita yang datang, tapi Nabi Musa menolak menyusu dari wanita-wanita tersebut.
Hingga akhirnya saudari Musa mendengar bahwa Asiyah sedang mencari ibu susu, maka ia bicara pada ibunya dan ibunya segera datang ke istana.
Ketika bertemu dengan ibunya, Nabi Musa langsung menyusu hingga kenyang. Melihat ini, Asiyah memerintahkan Ibu Musa untuk menjadi ibu susu dan tinggal di istana. Namun Ibu Musa menolak karena ia memiliki anak lain yang harus diurusnya. Akhirnya Asiyah memperbolehkan Nabi Musa untuk dibawa pulang ke rumah ibu susu tersebut yang tak lain adalah ibu kandungnya. 
Janji Allah Subhanahuwata'ala terbukti, bahwa ia akan kembali bersama dengan Nabi Musa 'alaihissalam. 

Setelah besar, Nabi Musa kembali ke istana. Berkat didikan keluarganya, ia tumbuh menjadi pemuda yang kuat dan pemberani.
Suatu hari  Musa mendapati ada dua orang yang bertikai, saat Musa berusaha melerainya, tak sengaja ia memukul terlalu keras hingga salah satunya meninggal dunia. Melihat hal ini, Nabi Musa langsung bertaubat memohon ampun kepada Allah Subhanahuwata'ala (Al Qashash ayat 15-16).
Akibat kejadian ini, ia pun harus keluar dari Mesir dengan perasaan takut dan was-was (Al Qashash ayat 17-21). 

Nabi Musa 'alaihissalam terus berjalan hingga sampai di daerah Madyan. Disana ia akhirnya menikah dan berkeluarga.
Setelah berkeluarga, beliau ingin kembali ke Mesir. Akhirnya ia membawa keluarganya untuk pulang ke negerinya di Mesir. 
Dalam perjalanan inilah, tepatnya di sebuah bukit bernama Thuwa, Nabi Musa 'alaihissalam menerima Wahyu pertamanya :
“Wahai Musa.–sesungguhnya aku Inilah Tuhanmu, maka lepaskanlah kedua sandalmu; sesungguhnya kamu berada di lembah yang suci; Thuwa.– Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu).–Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.– Segungguhnya hari kiamat itu akan datang, Aku merahasiakan (waktunya) agar setiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan.–Maka sekali-kali janganlah kamu dipalingkan daripadanya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu menjadi binasa.” (QS. Thaahaa: 11-16)

Pada saat itu juga Allah Subhanahuwata'ala menunjukkan mukjizat yang Ia karuniakan kepada Nabi Musa 'alaihissalam, yaitu tongkatnya yang dapat berubah menjadi ular, serta tangannya yang bisa mengeluarkan cahaya putih menyilaukan. Mukjizat ini akan menjadi penguat akan kerasulannya ketika nanti ia berdakwah di depan Firaun. 

Nabi Musa kemudian menceritakan perihal kerasulannya kepada saudaranya Harun. Mereka berdua kemudian mematuhi perintah Allah Subhanahuwata'ala untuk mendakwahi Firaun. 
Mereka mengetahui bahwa Firaun adalah raja yang keji, maka mereka memohon perlindungan kepada Allah Subhanahuwata'ala sebelum memulai dakwahnya. 

Dakwah mereka ditolak mentah-mentah oleh Firaun dan rakyatnya. Firaun meminta bukti akan kerasulan Nabi Musa 'alaihissalam. Maka Nabi Musa langsung melemparkan tongkatnya yang seketika langsung berubah menjadi ular, kemudian menunjukkan tangannya yang mengeluarkan cahaya putih berkilau.
Melihat mukjizat itu, Firaun malah menuduh Nabi Musa sebagai penyihir. Ia pun meminta untuk mengumpulkan seluruh penyihir yang ada di Mesir untuk melawan Musa. 
Ditetapkanlah hari raya sebagai hari pertandingan itu. Nabi Musa mempersilakan para penyihir itu terlebih dahulu untuk menunjukkan sihirnya. Para penyihir melemparkan tali dan tongkat yang di mata para manusia berubah menjadi ular yang gesit. Kemudian Nabi Musa melempar tongkatnya yang berubah menjadi ular besar dan melahap ular-ular tersebut.
Melihat hal ini, para penyihir meyakini bahwa itu bukanlah sihir melainkan mukjizat Allah Subhanahuwata'ala. Maka mereka langsung menyatakan keimanannya kepada Allah. 

Melihat ini Firaun semakin berang. Ia kemudian mulai menindas kaum Bani Israil dengan kejam. Ia juga tak mau mendengarkan nasihat Nabi Musa untuk membiarkan dirinya dan kaumnya pergi dari Mesir. 
Nabi Musa pun berdoa kepada Allah Subhanahuwata'ala :
“Wahai Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya perhiasan dan harta kekayaan dalam kehidupan dunia. Wahai Tuhan kami, akibatnya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan Engkau. Wahai Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga mereka melihat siksaan yang pedih.” (QS. Yunus: 88)

Allah Subhanahuwata'ala mengabulkan doa Rasulnya dan memerintahkan Nabi Musa beserta kaumnya untuk pergi di malam yang telah ditentukan.
Kepergian kaum Bani Israil diketahui oleh Firaun. Ia kemudian mengumpulkan tentaranya untuk menyusul mereka.
Nabi Musa mengarahkan kaumnya untuk pergi ke arah laut. Sesampainya di depan lautan, Allah Subhanahuwata'ala memerintahkan Nabi Musa untuk memukul tongkatnya ke laut. Maka dengan izin Allah, laut pun terbelah di mana setiap belahan seperti gunung yang besar (QS. Asy Syu’araa: 52-63).
Pada saat itulah Bani Israil menyeberangi lautan. Ketika Firaun melihat lautan terbelah, ia pun berusaha menyusul Bani Israil. Namun ketika sampai di tengah, laut kembali menutup. Saat menyadari dirinya akan tenggelam, Firaun sempat menyatakan keimanannya namun sudah terlambat karena nyawa sudah sampai di tenggorokan. 

Setelah Fir’aun menghebuskan nafasnya, maka ombak laut membawa jasadnya dan melemparnya ke pinggir pantai agar dilihat oleh orang-orang Mesir, agar menjadi pelajaran bagi mereka, bahwa orang yang mereka sembah selama ini serta mereka taati tidak mampu menolak kematian sedikit pun dari dirinya serta menjadi pelajaran bagi setiap orang yang sombong lagi kejam.

Demikianlah kisah Nabi Musa 'alaihissalam mendakwahi Firaun dan kaumnya.

Semoga kita bisa mengambil hikmah.
Wallahu a'lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar